Tarif Cukai Hasil Tembakau Naik 10 Persen, Menkeu Sri Mulyani: untuk Kurangi Konsumsi Rokok

Pertimbangan pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau sebesar 10 persen kata Menkeu Sri Mulyani untuk menguranginya konsumsi dan produksi rokok di masyarakat.

4 November 2022, 05:35 WIB

Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) sebesar 10 persen pada tahun 2023 dan 2024 dimaksudkan untuk mengurangi konsumsi dan produksi rokok di masyarakat.

Pemerintah memutuskan menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok sebesar 10 persen pada tahun 2023 dan 2024.

Kenaikan tarif CHT pada golongan sigaret kretek mesin (SKM), sigaret putih mesin (SPM), dan sigaret kretek pangan (SKP) akan berbeda sesuai dengan golongannya.

Kenaikan rata-rata 10 persen, akan ditunjukkan dengan SKM I dan II yang nanti rata-rata meningkat antara 11,5 hingga 11,75 (persen), SPM I dan SPM II naik di 12 hingga 11 persen, sedangkan SKP I, II, dan III naik 5 persen.

Dijelaskan, tahun-tahun sebelumnya, saat ada kenaikan cukai rokok yang menyebabkan harga rokok meningkat, sehingga affordability atau keterjangkauan terhadap rokok juga makin menurun.

“Dengan demikian diharapkan konsumsinya akan menurun,” tandas Sri Mulyani ,” ujar Sri Mulyani usai mengikuti rapat bersama Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat,Kamis, 3/11/202)

Pihaknya juga berharap kenaikan cukai rokok dapat berpengaruh terhadap menurunnya keterjangkauan rokok di masyarakat.

Kata Sri Mulyani mengatakan, Presiden Jokowi juga meminta agar kenaikan tarif tidak hanya berlaku pada CHT, tetapi juga rokok elektrik dan produk hasil pengolahan hasil tembakau lainnya (HPTL).

Untuk rokok elektrik, kenaikan tarif cukai akan terus berlangsung setiap tahun selama lima tahun ke depan.

Diputuskan juga untuk meningkatkan cukai dari rokok elektronik yaitu rata-rata 15 persen untuk rokok elektrik dan 6 persen untuk HTPL. Ini berlaku, setiap tahun naik 15 persen, selama 5 tahun ke depan.

Dalam penetapan CHT, pemerintah menyusun instrumen cukai dengan mempertimbangkan sejumlah aspek mulai dari tenaga kerja pertanian hingga industri rokok.

Selain itu, memperhatikan target penurunan prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun menjadi 8,7 persen yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024.

Kemudian, pertimbangan mengenai konsumsi rokok yang menjadi konsumsi rumah tangga terbesar kedua setelah beras. Bahkan, konsumsi tersebut melebihi konsumsi protein seperti telur dan ayam.

Kedua, mengingat konsumsi rokok merupakan konsumsi kedua terbesar dari rumah tangga miskin yaitu mencapai 12,21 persen untuk masyarakat miskin perkotaan dan 11,63 persen untuk masyarakat pedesaan.

Ini adalah kedua tertinggi setelah beras, bahkan melebihi konsumsi protein seperti telur dan ayam, serta tahu, tempe yang merupakan makanan-makanan yang dibutuhkan oleh masyarakat,” kata Sri Mulyani.

Pemerintah memutuskan menaikkan tarif cukai guna mengendalikan baik konsumsi maupun produksi rokok. ***

Artikel Lainnya

Terkini