Jakarta – Direktur Eksekutif Human Studies Institute, Rasminto mendorong penguatan kapasitas SDM panitia pengawas pemilu lebih gencar dilaksanakan. Hal tersebut disampaikan saat menjadi pembicara peningkatan kapasitas SDM Pengawas Pemilu pada Pengawasan Pilkada 2024 yang diselenggarakan Bawaslu Kota Jakarta Barat, di Mercure Batavia Hotel, Tambora (30/6).
“Sangat penting ya pelatihan teknis seperti ini lebih gencar dilaksanakan oleh Bawaslu untuk meningkatkan kapasitas panitia pengawas pemilu dengan masalah masyarakat urban yang kompleks”, katanya.
Baginya, pelatihan teknis selain meningkatkan kapasitas panitia pengawas pemilu juga momentum evaluasi.
“Provinsi DK Jakarta jadi barometer kota-kota lainnya, apapun yang terjadi terutama dalam konteks kepemiluan pasti jadi sorotan publik, katakanlah pileg-pilpres 2024 kemarin dan Pilkada Jakarta 2017 yang menyisakan ingatan kita dengan dinamikanya”, tuturnya.
Ia pun menjelaskan pengalaman Pilkada Jakarta 2017 adanya persoalan krusial data daftar pemilih tetap (DPT) invalid sebanyak 1,2 juta.
“Pengalaman Pilkada Jakarta 2017 kita disajikan persoalan krusial masalah data DPT invalid mencapai 1,2 juta, namun respon dan koordinasi yang baik dari Bawaslu, KPU dan Disdukcapil dapat memitigasi persoalan ini”, jelasnya.
Menurutnya dari data laporan dan temuan pelanggaran pemilu 2024 jadi refleksi bagi Bawaslu untuk bisa lebih baik lagi. Sebab, dari data penanganan pelanggaran pemilu 2024 di tingkat Provinsi dan Kabko di Jakarta bahwa dari 6 wilayah Kota/Kabupaten dan 40 kecamatan Se Jakarta terdapat temuan yang masih rendah.
“Data penanganan pelanggaran masih belum sebanding dengan jumlah wilayah ya, dari temuan yang teregistrasi ada 5, adapun laporan yang teregistrasi sebanyak 38 dan tidak teregistrasi 16 untuk tingkat Provinsi dan kota, selain itu, data di tingkat Kota dan Kecamatan untuk temuan teregistrasi ada 8 dan laporan teregisterasi 17 dan dan tidak teregistrasi 12”, jelasnya.
Rendahnya laporan dan temuan penanganan pelanggaran pemilu baginya akan menjadi barometer kualitas pengawasan.
“Rendahnya laporan dan temuan penanganan pelanggaran yang dilakukan oleh Bawaslu DKI Jakarta jadi barometer kualitas pengawasan, sehingga penting penguatan kapasitas dan koordinasi yang lebih erat khususnya antar pihak di dalam Bawaslu”, tegasnya.
Rasminto menduga ada beberapa faktor yang mungkin mempengaruhi masalah rendahnya temuan dan laporan tersebut.
“Partisipasi publik dalam perhelatan pesta demokrasi pada pemilu jadi berperan vital, sebab rendahnya kesadaran masyarakat untuk melaporkan pelanggaran yang mereka saksikan jadi bukti lemahnya partisipasi publik”, bebernya.
Selain itu, menurutnya kurangnya efektivitas pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu sehingga banyak pelanggaran yang tidak terdeteksi.
“Pola pengawasan Bawaslu harus lebih efektif dengan lebih sensitif atas masalah yang terjadi sehingga mampu lebih banyak mendeteksi potensi pelanggaran yang terjadi”, jelasnya.
Pakar Geografi manusia Universitas Islam 45 (Unisma) ini menjelaskan, panitia pengawas pemilu jangan takut laporan hasil pengawasannya (LHP) tidak ditindaklanjuti.
“Jangan pernah takut jika LHPnya tidak ditindaklanjuti, yakinlah bahwa LHP selain jadi indikator proses pengawasan telah dilaksanakan juga perlu tingkatkan kualitasnya dengan memperhatikan syarat formil dan materil dan mampu mendalilkan sesuai jenis pelanggaran yang terjadi”, tegasnya.***