Kabarnusa.com – Birokrasi yang berbelit dan korupsi menjadi penghambat bagi tumbuhnya Usaha Mikro Kecil di Indonesia.
Peta unit usaha di Indonesia tahun 2015 menunjukan 98,77 % usaha mikro, 1,3% usaha kecil, 0,09% menengah dan 0,01% usaha besar.
Usaha mikro mampu menyerap tenaga kerja sekitar 88.90% dari total tenaga kerja Indonesia yang mencapai 117 juta lebih.
DR. Sayu Ketut Sutrisna Dewi akademisi sekaligus pemerhati sektor UMK mengungkapkan hal tu dalam Diskusi Publik dengan tema “mewujudkan usaha sehat dalam dimensi legal dan perpajakan” pada akhir pekan.
Data unit usaha diatas menunjukan ketahanan dan pemerataan ekonomi rakyat sangat ditentukan oleh sektor usaha mikro dan kecil (UMK).
Sektor UMK merupakan sektor yang penting dalam mewujudkan sasaran-sasaran pembangunan ekonomi nasional, seperti pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, peningkatan pajak negara, dan pembangunan ekonomi daerah.
Keseriusan pemerintah daerah dan pusat dalam tatakelola dan pelayanan legalitas UMK, diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi nasional.
UMK membutuhkan pelindung berupa kebijakan pemerintah seperti undang-undang dan peraturan pemerintah yang lebih berpihak dan terarah, sehingga mampu menciptakan iklim usaha yang sehat.
Dari sisi legalitas dan perpajakan masih banyak regulasi yang harus dievaluasi demi terciptanya perlindungan dan iklim usaha yang sehat. Bagi pengusaha, perizinan seharusnya memberi manfaat sosial dan ekonomi.
Bila suatu kebijakan atau regulasi tidak sesuai harapan, tentunya anggaran besar disalurkan pemerintah selama ini untuk sektor UMK akan mubazir. Reformasi birokrasi di bidang tata kelola dan pelayanan pemerintah sangat dibutuhkan.
“Berdasarkan data faktor penghambat tumbuhnya UMK disebabkan oleh birokrasi yang berbelit-beli (15,4% ) dan 14,2 % karena korupsi,“terang Sutrisna Dewi.
Pembicara lainnya Prof. DR. I Nyoman Budiana menyajikan makalah terkait peran kelembagaan desa adat/pakraman dalam mendorong iklim usaha yang sehat. Di Bali, sebaran UMK banyak menyentuh kewenangan desa pakraman baik dari segi administrasi perijinan, SDM maupun teknisnya.
Dari segi peraturan ada beberapa peluang yang harus menjadi perhatian bagi pengurus desa pakraman.
Ditetapkannya UU No. 16 Tahun 2006 tentang Desa telah mengatur tentang pemerintahan desa dan pendapatan Desa. Impelementasi UU Desa akan membuka aliran dana pembangunan yang cukup besar ke desa.
Dana tersebut tentunya harus dimanfaatkan untuk hal-hal produktif, salah satunya adalah UMK dan Badan Usaha Milik Desa (BUMdes).
Disamping reformasi birokrasi pemerintahan, reformasi di tubuh desa pakraman penting dilakukan, papar Budiana guru besar Undiknas yang juga bendesa di desa pakraman Panjer Denpasar.
Dari sisi manajemen dan daya saing, UMK masih perlu pendampingan dan perlindungan pemerintah. Kendala dan kelemahan SMD di lingkungan UMK harusnya diakomudir dalam berbagi kebijakan dan pengendalian.
Dengan begitu, pelaku UMK dapat memiliki daya saing, terang Nyoman Soma Artha pengusaha yang juga pelaku pendampingan usaha mikro perdesaan.
Diskusi publik mengundang sejumlah praktisi, pemuda dan pelaku usaha. Masukan narasumber akan dirangkum dan diteruskan sebagai bagian bahasan Komite IV DPD RI saah satu anggotanya dari bali adalah, AA. Ngr Oka Ratmadi (gus),