Kisruh Penutupan Kantor Hukum di Bali, Aktivis Mahasiswa Angkat Bicara

Aktivis mahasiswa turut angkat bicara menanggapi kisruh penutupan kantor hukum di kawasan Jalan Badak Agung Denpasar Bali.

18 Agustus 2023, 20:29 WIB

Denpasar – Kasus penutupan Kantor Hukum di Kawasan Jalan Badak Agung Denpasar Bali terus bergulir di masyarakat termasuk mendapat tanggapan juga kalangan aktivis mahasiswa.

Terlebih kini masalah tersebut melebar menyusul opini yang berkembang adanya dugaan pemerasan, penyegelan bahkan muncul desakan untuk meningkatkan pengaduan masyarakat (dumas) menjadi laporan polisi terkait penutupan kantor hukum tersebut.

Adalah Putu Esa Purwita, seorang aktivis Mahasiswa Undiksha Singaraja, yang menilai desakan agar kasus dumas menjadi laporan polisi terlalu mengada-ada. Menurut Putu Esa Purwita, kerja polisi bersifat mandiri alias tak dapat di intervensi dari luar.

Publik paham jika kinerja polisi itu bersifat mandiri dan profesional, justru menjadi tanda tanya jika diintervensi pihak luar.

“Kepolisian tentunya mengatensi kasus Badak Agung ini secara matang, tidak tergesa-gesa sehingga tak terjebak penggiringan opini,” terang Putu Esa Purwita yang juga ketua PD KMHDI Bali dalam keterangannya kepada wartawan 16 Agustus 2023.

Sepanjang yang diketahuinya sebagai aktivis mahasiswa, tindakan penyegelan hanya dapat dilakukan atas perintah pengadilan. Akan menjadi sumir penyegelan dimaksud jika tidak ada perintah pengadilan.

Dari pemberitaan di media massa yang Putu Esa Purwita baca, dalam penutupan itu tak ada tanda segel, hanya ditutup dengan triplek. “Menurut saya hal seperti itu bukanlah penyegelan,” tandasnya lagi.

Termasuk kata dia, adanya unsur dan tuduhan premanisme dalam kasus tersebut, sepanjang bisa dibuktikan sah-sah saja secara hukum. Tentunya, polisi disini punya domain, apakah yang dituduhkan memenuhi unsur, misalnya adanya pengancaman dan tindakan kekerasan dan lainnya silakan saja dibuktikan.

Adanya tuduhan pemerasan oleh pihak Puri Denpasar yang kabarnya untuk membayar biaya pelebon alm Raja IX Denpasar, Ida Tjokorda Ngurah Jambe Pemecutan alias Tjok Samirana , membuat Putu Esa Purwita tergelitik.

Puri Denpasar yang notabenya keluarga kerajaan diyakini taka aka melakukan pemerasan. Pasalnya justru Raja Denpasar banyak memberikan hibah lahan untuk kepentingan umum dan fasilitas publik di Kota Denpasar.

Terlalu berlebihan jika Puri Denpasar dituduh memeras, apalagi disebut untuk biaya pelebon. Tentunya, publik juga mengetahui keluarga kerajaan tidak mungkin kekurangan biaya untuk pengabenan alm Ida Tjokorda.

“Justru tuduhan itu melecehkan kewibawaan Puri,” sambung putra asal kabupaten berjuluk Bumi Panji Sakti ini. Pihaknya mengimbau polisi tidak terpengaruh dengan berkembangnya opini seolah-olah polisi lamban bekerja sebagai aparat hukum.

Sebelumnya, ramai diberitakan media AA Ngurah Mayun Wiraningrat, SE alias Turah Mayun, selaku salah seorang putra Raja Denpasar IX, membantah dituduh telah melakukan pemerasan dan mengerahkan preman terkait penyegelan Kantor Lembaga Advokasi Bantuan Hukum Indonesia (LABHI) di Jalan Badak Agung, Renon Denpasar.Turah Mayun menyatakan wajib meluruskan agar pemberitaan menjadi berimbang.

Menurutnya, tindakan penutupan kantor hukum tak akan dilakukan jika pihak kedua mewujudkan hasil kerjanya sesuai yang telah tertuang dalam perjanjian. Faktanya tegas dia, pihaknya bukanlah aparat yang berwenang menyegel.

Tindakan itu menurutnya, hanya menutup pintu guna mengingatkan pihak kedua dan istrinya memenuhi kewajiban mewujudkan pemecahan lahan di Badak Agung sesuai yang tertuang dalam perjanjian kedua pihak.

Pihak kedua yakni Made Suardana berkewajiban mengurus pemecahan lahan laba Pura Merajan Satria seluas 12 hektar sudah dimohonkan sertifikat oleh almarhum, Tjokorda Ngurah Mayun Samirana (sebelum jadi raja) pada tahun 1991 terdiri dari 32 sertifikat. ***

Berita Lainnya

Terkini