Burhanuddin Abdullah Pimpin Tim Ekonomi Presiden Terpilih Prabowo, Bentuk BP3I-TNK untuk Pengendalian Karbon

Badan Pengelola Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Niaga Karbon (BP3I-TNK) yang bertugas untuk mengarahkan, mengelola, dan mengawasi pengendalian perubahan iklim yang berkelanjutan serta mewujudkan kedaulatan karbon dengan memanfaatkan teknologi blockchain

Jakarta – Tim Ekonomi Presiden Terpilih Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Terpilih Gibran Rakabuming Raka Periode 2024-2029 diketuai Burhanuddin Abdullah tengah mematangkan pembentukan BP3I-TNK dalam pengendalian karbon.

Hal itu terungkap saat Rapat Koordinasi Terkait Transisi Menuju Ekonomi Hijau dan Kebijakan Nilai Ekonomi Karbon di gedung Bina Graha, Jakarta, Rabu 14 Agustus 2024.

Kepala Staf Kepresidenan, Jenderal TNI (Purn) Moeldoko menggelar rapat koordinasi bersama Tim Ekonomi Presiden Terpilih Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Terpilih Gibran Rakabuming Raka Periode 2024-2029, yang diketuai oleh Burhanuddin Abdullah.

Dalam pertemuan ditegaskan terkait pentingnya komitmen pemerintahan selanjutnya dalam mengupayakan pengendalian karbon.

Nantinya dibentuk Badan Pengelola Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Niaga Karbon (BP3I-TNK).

Moeldoko menggelar rapat koordinasi bersama Tim Ekonomi Presiden Terpilih Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Terpilih Gibran Rakabuming Raka Periode 2024-2029, yang diketuai oleh Burhanuddin Abdullah terkait dengan pentingnya komitmen pemerintahan selanjutnya dalam mengupayakan pengendalian karbon untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

“Pemerintah Indonesia era Presiden Jokowi telah memiliki sejumlah rumusan kebijakan rendah karbon dalam RPJMN, serta memiliki komitmen penurunan emisi karbon,” tegas Moeldoko.

Menurutnya, dalam masa transisi pemerintahan ini harapannya bisa ada kebijakan yang lebih mengakselerasi dalam kepemimpinan selanjutnya.

Ketua Tim Ekonomi Presiden dan Wakil Presiden RI Terpilih Prabowo-Gibran Periode 2024-2029, Burhanuddin Abdullah menyebutkan kewajiban untuk memenuhi komitmen global dalam mengurangi emisi karbon sejalan dengan 8 Misi Asta Cita Presiden Terpilih, pada pilar kedua yaitu untuk mendorong kemandirian bangsa, salah satunya melalui ekonomi hijau.

Yaitu, dengan membentuk Badan Pengelola Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Niaga Karbon (BP3I-TNK) yang bertugas untuk mengarahkan, mengelola, dan mengawasi pengendalian perubahan iklim yang berkelanjutan serta mewujudkan kedaulatan karbon dengan memanfaatkan teknologi blockchain.

“Harapannya semua dapat turut berkoordinasi dalam merumuskan badan dan revisi Perpres 98 tahun 2021,” kata Burhanuddin Abdullah.

Dalam menjaga komitmen pengendalian karbon, imbuh Moeldoko, Kantor Staf Presiden mengusulkan pembuatan Satuan Tugas (Satgas) untuk memulai pembahasan (inisiasi) sinkronisasi dan transisi keberlanjutan implementasi kebijakan tersebut.

“Saran saya bentuk dulu satgas dalam rangka merumuskan badannya secara struktural, ini untuk memudahkan transisi pembentukan badan nantinya,” ujarnya.

Satgas ini, kata Moeldoko, berfungsi menyiapkan Peraturan Pemerintah terkait pembentukan Badan Pengelola Pengendali Perubahan Iklim dan Tata Niaga Karbon (BP3I-TNK) pasca Pelantikan Presiden RI dan Wakil Presiden RI Periode 2024-2029 yang akan dipimpin oleh Prof. Dr. Laode Kamaluddin selaku Tim Ekonomi Presiden Terpilih Prabowo Subianto dan Ishak Saing, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden.

Lebih lanjut, Panglima TNI 2013-2015 ini mengatakan Indonesia memiliki tantangan pembiayaan dalam rangka memenuhi target Penurunan Emisi di Tahun 2030.

Dibutuhkan pembiayaan mencapai Rp. 4.000 – Rp.5.000 Triliun, dan Rp. 15.000 Triliun untuk mencapai Net Zero Emission di Tahun 2060 atau lebih cepat.

Ia menambahkan, potensi perdagangan karbon di Indonesia sangat besar karena memiliki kekayaan alam, salah satunya dengan banyaknya hutan tropis serta keanekaragaman hayati laut dan pesisir (blue carbon) berupa mangrove serta lahan gambut yang dapat menjadi sumber penyerapan karbon dan sangat penting dalam mengatasi krisis iklim.

“Indonesia bisa menangkap potensi ekonomi yang besar dari pasar karbon dan menjadi sumber penerimaan negara yang besar, baik melalui perdagangan karbon secara bilateral maupun mekanisme bursa karbon,” jelas Moeldoko.

Dalam rapat koordinasi tersebut dihadiri oleh Nani Hendiarti, Deputi 4 Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi Republik Indonesia, dan Laksmi Dhewanthi, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.

Diketahui, perdagangan karbon di Indonesia diatur dalam Peraturan Presiden No 98 Tahun 2021, dan Peraturan Menteri LHK 21/2022. Perdagangan karbon melalui bursa diresmikan oleh Presiden Joko Widodo di Bursa Karbon Indonesia (IDX Carbon), pada 26 September 2023.


Berita Lainnya

Terkini